Uncategorized

Digital Minimalism 2.0: Kenapa Gen Z Justru Kembali ke Buku Fisik dan ‘Dumbphone’ di 2025?

Gue perhatiin anak-anak kampus sekarang lucu banget. Di kafe, sebelah MacBook mahal ada buku catatan fisik dan pulpen warna-warni. Yang lebih gila lagi, banyak yang pake hp jadul—yang cuma bisa telpon dan SMS doang. Padahal mereka kan generasi yang lahir pas iPhone udah ada.

Ini bukan sekadar nostalgia. Karena mereka nggak pernah ngerasain jaman sebelum smartphone. Ini adalah pemberontakan digital. Sebuah gerakan digital minimalism yang lebih cerdas dari yang kita kira.

Bukan Anti-Teknologi, Tapi Pro-Perhatian

Adek gue yang Gen Z bilang begini: “Kita capek dikasih tau algoritma. Mau scroll TikTok dikasihin yang viral, mau baca berita dikasihin yang bikin emosi. Kita mau kontrol lagi apa yang masuk ke kepala kita.”

Mereka sadar banget bahwa perhatian adalah asset terakhir yang mereka punya. Dan digital minimalism versi 2025 ini bukan tentang menghapus semua teknologi. Tapi memilih dengan sangat sadar teknologi mana yang bener-bener nambah nilai hidup.

Contoh nyata nih: temen gue yang kerja di startup tech. Di rumah dia pake Nokia 2720 flip phone. Tapi di kantor dia pake MacBook Pro dan tiga monitor. “Gue butuh focus depth buat kerja, tapi nggak mau diganggu notifikasi sosmed pas di rumah.”

Tiga Pola yang Gue Lihat di Lingkaran Gen Z

  1. The Hybrid Setup
    Mereka punya smartphone canggih, tapi cuma buat kerja dan creative projects. Untuk konsumsi harian? Dumbphone atau tablet yang khusus buat baca doang. Gadgetnya dikotak-kotakin berdasarkan fungsi.
  2. Physical Media Renaissance
    Toko buku lama rame lagi. Bukan cuma buku baru—tapi buku bekas yang ada jejak pembaca sebelumnya. Ada nilai authenticity yang nggak bisa direplikasi digital. Mereka bilang “buku fisik nggak ngasih notifikasi”.
  3. Scheduled Digital Exposure
    Mereka blokir waktu khusus buat scroll sosmed—misal cuma 30 menit sehari. Selebihnya, semuanya analog. Bahkan ada yang pake kitchen timer buat nandain waktu “digital time” mereka.

Survei informal di kampus Jakarta menunjukkan 41% mahasiswa Gen Z pernah mencoba “digital detox” dengan beralih ke dumbphone dalam 6 bulan terakhir. Yang menarik, 78% dari mereka merasa produktivitas dan kualitas tidur membaik.

Kesalahan yang Bikin Gagal Jadi Minimalis Digital

Pertama, langsung ekstrem. Besok langsung hapus semua apps, jual smartphone, beli buku fisik 10 sekaligus. Dua hari kemudian balik lagi karena ketinggalan info project kampus.

Kedua, terjebak estetika. Beli notebook mahal, pulpen fancy, tapi nggak pernah dipake. Cuma buat feed Instagram. Itu namanya digital minimalism untuk tampang doang.

Ketiga, merasa superior. “Gue pake flip phone, gue lebih mindful dari lo yang pake iPhone!” Padahal esensinya bukan soal pake alat apa, tapi hubungan kita sama teknologi itu.

Tips Buat yang Mau Mulai (Tanpa Shock)

  1. Coba One Device One Purpose
    Kalau mau baca, pake e-reader atau buku fisik. Jangan baca di hp yang notifikasi-nya terus bunyi.
  2. Digital Curfew yang Realistis
    Jam 8 malem semua device masuk kotak. Nggak usah sampe jam 12 malem. Yang penting konsisten.
  3. Physical Hobbies yang Actually Fun
    Coba gambar pakai pensil, main puzzle, atau tulis journal. Yang penting aktivitasnya nggak butuh screen.

Digital minimalism versi 2025 ini sebenernya ironis banget. Generasi yang paling melek teknologi justru yang paling getol ninggalinnya. Tapi mungkin justru karena mereka melek, mereka tau bahayanya.

Mereka ngerasain sendiri bagaimana notification constant ngerusak focus. How endless comparison di sosmed bikin insecure. Dan mereka memilih untuk mengambil kembali kendali.

Lo sendiri pernah kepikiran buat “turun kelas” secara digital? Atau justru ngerasa ini cuma tren sesaat doang?

Anda mungkin juga suka...